Tak Hanya Hotel, Industri Mamin Juga Terancam Lesu Karena Penurunan Daya Beli Warga RI

Diposting pada

Setelah Idulfitri 2025, beberapa perusahaan melapor tentang penurunan drastis. Menurut data dari Asosiasi Pengusaha Hotel dan Rumah Makan Indonesia (APHRINDO), tingkat hunian hotel turun 20% selama masa Lebaran kali ini.

Data survei dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunjukkan bahwa perkiraan jumlah pemudik untuk Lebaran pada tahun 2025 akan mencapai kisaran 146,48 juta orang, yaitu sekitar 52% dari total populasi di Indonesia. Angka ini mengalami penurunan sebesar 24% jika dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya yang tercatat mencapai 193,6 juta pemudik.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meramalkan bahwa karena turunnya kegiatan MICE (Pertemuan, Insentif, Konferensi, dan Pameran) di wilayah-wilayah tertentu, sektor-sektor terkait seperti penyediaan makanan dan minuman (mamin), Administrasi Pemerintah, jasa-jasa perusahaan, pengangkutan dan logistik, serta layanan-layanan lainnya diproyeksikan akan alami kemerosotan.

Potongan pengeluaran untuk infrastruktur akan turut memengaruhi industri konstruksi, yang selama ini menyumbang kurang lebih 10% terhadap ekonomi dalam negeri.

“Di luar penginapan dan fasilitas akomodasi, kita juga memperhatikan beban yang ada pada bidang ritel modern, sarana transportasi antar wilayah, serta layanan hiburan dan rekreasi,” jelas Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, dalam kesempatan tersebut.


, Sabtu (5/4).

Apindo pun mengamati bahwa revitalisasi industri perhotelan, restauran, serta pariwisata amat tergantung pada orientasi keputusan pengeluaran pemerintah dan peningkatan kemampuan konsumen masyarakat.

Menurut dia, pengurangan angka migrasi orang mudik serta perlambatan gerakan penduduk selama perayaan Idulfitri kali ini merupakan indikator kuat bahwa belanja dalam negeri belum benar-benar membaik, khususnya di bidang-bidang yang amat tergantung pada kegiatan kelompok ekonomi menengah.

Apindo menganggap bahwa sektor tersebut harus menerima perhatian istimewa dengan adanya stimulus yang tepat sasaran, seperti insentif pajak, promosi tur domestic, atau pemberian kemudahan aturan untuk para pemain bisnis pariwisata, konferensi, acara besar, serta hotel yang terpengaruh. Tanpa ada bantuan kebijakan nyata, proses pulihannya akan sangat lambat.

“Industri bisnis harus merespons situasi ini melalui taktik pengoptimalan proses kerja, penyesuaian teknologi digital, serta kreasi pelayanan baru,” jelas Shinta.

Untuk sektor perhotelan, menurut Shinta, diperlukan adanya penyesuaian ulang dalam model bisnis agar dapat menemukan segmen pasar yang baru. Ini meliputi pemberagamahan jasa, aktivitas MICE, atau bekerja sama dengan pemain di bidang ekonomi kreatif.

Menurutnya, apabila kebijakan pengeluaran pemerintah tidak banyak berubah, para pemain industri perlu berpikir ekstra keras agar bukan saja bisa bertahan, tapi juga harus dapat menyesuaikan diri dengan perilaku konsumen yang baru dalam masyarakat.

Kapasitas Pembelian Publik Pada Tahun Ini Masih Lemah

Shinta yang berperan sebagai Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Urusan Luar Negeri Kadin Indonesia menyampaikan bahwa penurunan aktivitas orang-orang bersama dengan sikap hati-hati mereka dalam membelanjakan uang telah membuat beberapa bidang ini belum kembali normal seperti sebelum pandemi.

Oleh karena itu, walaupun masa Lebaran umumnya menyebabkan kenaikan konsumsi oleh masyarakat, ia memperhatikan bahwa pertambahan konsumsi pada tahun ini diperkirakan tidak akan setinggi tahun-tahun yang lalu.

Shinta menyatakan bahwa dia masih menantikan beberapa laporan datanya dari lapangan serta informasi resmi yang akan diberikan oleh pihak pemerintahan terkait volume transaksi keuangan selama Idulfitri tahun 2025 ini.

“Mengamati evaluasi dari beberapa organisasi netral yang telah tersedia, nampak adanya pengurangan jika dibandingkan dengan masa lebaran tahun lalu,” jelasnya.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *