Untuk Wisatawan yang Membuat Kunjungan ke Singapura.
Masjid kuno ini memiliki kubah emas yang cukup luas untuk menampung hingga 2.000 jamaah. Atapnya yang sangat tinggi berwarna putih, didukung oleh 13 tiang dan jendela dengan lubang angin, sehingga udara mengalir dengan baik. Lantai yang dilapisi karpet merah bergambar bunga, kipas angin yang besar, serta pengatur suhu menyediakan kenyamanan bagi jamaah saat melaksanakan salat. Area salat terdiri dari dua lantai, bagian bawah digunakan oleh jamaah laki-laki dan bagian atas untuk jamaah perempuan.
Interior masjid didominasi oleh warna hijau yang dihiasi dengan ukiran dan tulisan Arab berwarna emas di dekat mimbar dan ruang imam. Beberapa lampu gantung menambah keindahan ruangan. Pengeras suara dan layar menempel di beberapa tiangnya.
Ritual Rutinitas di Masjid Sultan
Pada tanggal 22 Februari 2025.
Di masjid ini selama bertahun-tahun. Ia menjelaskan, rutinitas Ramadan di masjid ini tidak terlalu berbeda dengan Ramadan sebelumnya. Sejumlah aktivitas seperti pengajian di siang hari dan tadarus pada sore hari menjelang Asar, berbeda dengan di Indonesia, biasanya tadarusan berlangsung setelah Tarawih.
Menurut Danial, hal itu karena waktu salat Tarawih sudah cukup malam. “Biasanya satu juz tiap malam dalam 20 rakaat tarawih,” ujar Danial, lagi pula dalam salat Tarawih, imam membacakan surat Al-Quran cukup panjang.
Aktivitas lain dalam bulan ini adalah untuk anak-anak. Dari halaman media sosial Masjid Sultan, diadakan pula aktivitas cerita interaktif kisah-kisah dalam Al-Quran dan belajar mengaji. Pada setiap Jumat dan Sabtu mulai pukul 20.15-10.15 waktu setempat, dibuka kelas untuk pengasuhan anak-anak usia 3-7 tahun. Sementara orang tua fokus untuk salat Tarawih, mereka bisa menitipkan putra-putri mereka.
Pengelola masjid juga mengadakan pembagian bubur dan buka puasa serta pembayaran zakat selama Ramadhan yang dimulai pada 2-29 Maret 2025. Pembayaran zakat dilaksanakan di lobi Gedung Annex pada hari biasa mulai pukul 10.00-18.00 waktu setempat dan pukul 10.00-17.00 untuk akhir pekan.
Untuk berbuka puasa, para pengunjung Muslim dapat melakukannya di luar masjid. Apalagi saat ini juga diadakan festival dan bazar dengan tema Gemilang Kampong Gelam. Bazar yang diikuti oleh 120-an penjual ini menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman di sekitar Masjid Sultan. Shalat Magrib berjamaah akan dilaksanakan sekitar 20-an menit setelah berbuka puasa.
Beberapa wisatawan di Masjid Sultan Singapura, 22 Februari 2025, TEMPO/Dian Yuliastuti
Kunjungan Wisata ke Masjid
Mengunjungi Masjid Sultan sebelum Ramadan dimulai, banyak turis yang berkunjung ke masjid. Setelah melepas alas kaki, para pengunjung bisa masuk hanya sebatas ke teras masjid. Tetapi sebelumnya, bagi pengunjung yang mengenakan pakaian agak panjang diharuskan mengenakan sarung atau rok panjang. Mereka bisa bebas mengambil foto dan bertanya tentang masjid dan Islam.
Menurut Danial, jumlah pengunjung per hari bisa mencapai 500-600 orang, sementara pada akhir pekan bisa mencapai 750-an orang. Mereka berasal dari berbagai negara seperti Jepang, Korea, Indonesia, Malaysia, dan negara-negara Eropa. Danial juga mengatakan bahwa banyak di antara mereka menanyakan tentang perbedaan antara Syiah dan Sunni serta tentang aliran yang diikuti oleh masjid ini.
Baru tiga pekan bertugas.
“Mereka melihat Islam bukan hanya sebagai agama, tapi sebagai jalan hidup yang menarik, ajarannya dan cara mengajarkannya,” ujar Maria dan Haruka. Mereka dua pekerja yang tinggal di Fukuoka, Jepang.
Najwa, yang juga berkebangsaan Jepang, menjelaskan papan yang berisi tulisan Arab dan terjemahannya dalam Bahasa Inggris di dekat pintu. Tulisan itu tentang bacaan azan dan Al-Quran Surat Al-Fatihah. Maria dan Haruka tampak senang dan kagum dengan penjelasan Najwa.
“Ini kesempatan untuk meningkatkan iman saya, baru sekarang bisa ikut,” ujarnya.
Sejarah Masjid Sultan
Masjid ini didirikan pada tahun 1824 untuk Sultan Hussein Shah, sultan pertama di Singapura. Sir Stamford Raffles, pendiri Singapura, memberikan $3.000 untuk pembangunan gedung satu lantai dengan atap dua lapis.
Seabad kemudian, masjid ini direnovasi. Masjid yang sekarang ini didesain oleh Denis Santry dari Swan dan Maclaren, sebuah firma arsitektur tertua di Singapura. Masjid ini dibangun kembali pada tahun 1932. Pada masa rekonstruksi North Bridge Road dibelokkan mengitari masjid dan diperpanjang hingga ke Arab Street.
Kubah masjid ini berbentuk seperti bawang. Setiap orang, baik yang kaya maupun yang miskin, dapat berkontribusi saat pembangunannya. Setiap dasar kubah dihiasi dengan ujung botol kaca yang disumbangkan oleh umat Muslim yang kurang mampu pada masa pembangunannya.
Masjid ini juga diakui sebagai monumen nasional pada tahun 1975 dan menjadi salah satu titik sentral masyarakat Muslim di Singapura. Saat ini, tidak kurang dari 69 masjid berdiri di Singapura sebagai pusat-pusat ibadah umat Muslim di sana.