7 Tradisi Menyambut Bulan Ramadan di Berbagai Daerah: Kaya Makna

Diposting pada

Akan tiba beberapa hari lagi. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam memiliki tradisi untuk menyambut bulan penuh suci tersebut.

Tradisi tersebut telah diwariskan secara turun menurun dan berbeda-beda di setiap daerah. Karena dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan, tradisi itu memiliki makna mendalam dan bertujuan menyucikan diri, mendoakan dan memaafkan, serta menjalin silaturahmi di antara satu sama lain.

Tradisi Menyambut Bulan Ramadan


1. Cucurak (Jawa Barat)

Cucuruak dalam bahasa Sunda berarti merayakan dan berkumpul bersama keluarga besar untuk menyambut bulan Ramadan. Berkumpul biasanya diikuti dengan makan bersama yang menggunakan daun pisang sebagai alas. Makanan yang disajikan antara lain nasi liwet, tempe, ikan asin, sambal, dan lalapan. Menurut orang Sunda, momen ini dapat meningkatkan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Allah.


2. Padusan (Yogyakarta)

Masyarakat Yogyakarta juga memiliki tradisi untuk menyambut Ramadan yang masih terus berlanjut hingga sekarang. Menurut indonesia.go.id, kata “padusan” berasal dari bahasa Jawa “adus” yang berarti mandi. Tradisi ini dimaknai sebagai simbol penyucian diri dari kotoran dan dosa, baik fisik maupun batin. Masyarakat Jawa diajarkan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh melalui tradisi ini. Selain itu, tradisi ini juga menjadi sebuah media untuk mempererat tali silaturahmi antar warga, sehingga tercipta kebersamaan dan persatuan di tengah masyarakat.


3. Marpangir (Sumatra Utara)

Tradisi Marpangir ini dilakukan di berbagai daerah di Sumatera Utara. Tradisi untuk menyambut bulan Ramadan ini dilakukan dengan mandi menggunakan dedaunan atau rempah seperti daun pandan dan serai serta bunga mawar atau kenanga. Hal ini dilakukan untuk membersihkan diri sebelum memasuki bulan Ramadan.



Warga menyerbu pasar untuk berbelanja kebutuhan perayaan Meugang Akbar Ramadan 1439 Hijriah di Pasar Inpres Lhokseumawe, Aceh, 16 Mei 2018. Hari Meugang dirayakan tiga kali dalam setahun, yaitu pada Ramadan, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.


4. Meugang (Aceh)

Tradisi Meugang atau Haghi Mamagang telah dilakukan oleh masyarakat Aceh sejak zaman Kerajaan Aceh Darussalam atau pada abad ke-14. Tradisi ini melibatkan kegiatan memasak daging sapi, kambing, atau kerbau sebelum bulan Ramadan. Hasil masakan tersebut kemudian dinikmati bersama keluarga dan yatim piatu. Tidak hanya untuk menyambut bulan Ramadan, tradisi ini juga dilakukan saat menyambut Idulfitri dan Iduladha.


5. Sadranan (Jawa Tengah)

Tradisi sadranan atau nyadran berasal dari kata Sansekerta “Sraddha”, yang berarti keyakinan. Oleh karena itu, tradisi ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa syukur bersama-sama dengan mengunjungi kuburan leluhur di desa atau kelurahan. Nyadran juga berfungsi sebagai sarana untuk berdoa bagi leluhur yang telah meninggal dunia sebelum bulan Ramadan, serta mengingatkan bahwa manusia akan mengalami kematian pada suatu saat nanti


6. Mattunu Solong (Sulawesi Barat)

Tradisi menyambut bulan Ramadan ini dilakukan oleh masyarakat Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Masyarakat akan menyalakan pelita tradisional yang terbuat dari buah kemiri yang ditumpuk dengan kapuk dan dililitkan pada potongan bambu. Pelita tersebut ditempelkan di pagar, halaman, anak tangga, pintu masuk, hingga dapur. Hal itu dilakukan agar mendapatkan berkah, kesehatan, dan umur panjang dari Sang Pencipta sehingga bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar.


7. Megibung (Bali)

, sambil duduk melingkar.

Tak sekadar makan bersama, keunikan megalung berada pada peletakan nasi yang disajikan di wadah bernama gulingan dan lauk yang disajikan di alas bermana karangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk eratnya persaudaraan dan kebersamaan.

Mengambil bagian dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *